PERBURUAN SATWA DILINDUNGI MAKIN MARAK
PADANG, HALUAN—Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumbar merisaukan praktek perburuan dan penangkapan yang marak belakangan ini dilakukan masyarakat, terutama terhadap hewan-hewan yang harus dilindungi, seperti landak, rusa dan kijang, macan dahan dan beo Mentawai. Begitu pula sikap masyarakat yang selalu memperjualbelikan telur penyu.
Koordinator Konservasi Keanekaragaman Hayati (KKH) BKSDA Sumbar, Rusdian Ritonga kepada Haluan Kamis (10/2), di Padang mengatakan, rusa dan kijang termasuk hewan yang dilindungi. Tetapi belakangan ini, cukup banyak jerat yang dipasang masyarakat untuk menangkapnya, jumlahnya ratusan buah. Bahkan jaraknya sangat berdekatan, setiap 20 meter terdapat jerat.
“Kami menemukan hampir di sepanjang kawasan suaka alam Bukit Barisan seperti di Solok (daerah Gantung Ciri, Koto Ilalang) lalu di Padang (kawasan Batu Busuk, Belimbing dan Lubuk Minturun) terdapat jerat rusa dan kijang. Jaraknya bahkan sangat berdekatan,” terang Rusdian.
Jerat yang cukup banyak ini dikhawatirkan juga akan mencelakai harimau. Satwa yang satu ini sudah banyak terluka bahkan sampai mati akibat dijerat penduduk. Menurut informasinya, masyarakat melakukan perburuan rusa dan kijang untuk dijual. Tetapi BKSDA Sumbar belum mengetahui di mana dipasarkan.
Rusa juga termasuk makanan harimau. Bila populasinya terus menurun karena diburu, tentunya si raja hutan juga akan kekurangan makanan.
Tak heran, bila suatu ketika harimau masuk kampung untuk mencari makan.
Aktifitas masyarakat lainnya yang dikhawatirkan BKSDA adalah berburu landak. Hewan ini juga dilindungi. Landak diburu karena bagian pencernaannya berupa geliga dapat dijadikan obat. Geliga landak ini banyak diminati dan merupakan barang ekspor.
“Kita sudah sosialisasikan kepada masyarakat dan instansi terkaot lainnya pada akhir tahun lalu, bahwa tidak boleh memburu landak,” katanya.
Proses hukum bagi pelaku
Pada bagian lain, Rusdian mengungkapkan praktek penangkapan macan dahan dan harimau pada 2 lokasi yang berbeda pada tahun 2011 silam.
Macan dahan ditangkap masyarakat Sijunjung. Tetapi pelaku berhasil ditangkap di Solok. Hanya saja macan dahan yang berhasil disita dari pelaku, tidak dapat diselamatkan. Sementara pelaku harus menjalani proses hukum.
Sedangkan pelaku yang menangkap dan menembak harimau hingga mati di kawasan Pasa Usang, Kabupaten Padang Pariaman, juga harus menjalani proses hukum. Dari 5 orang pelakunya, 3 orang diketahui melakukan penembakan terhadap si raja hutan.
“Kita tidak main-main dengan praktek penangkapan dan penembakan hewan yang dilindungi. Pelaku harus menjalani proses hukum,” tegas Rusdian.
Sementara kasus lainnya yang mencuat tahun lalu adalah perdagangan burung beo Mentawai. Beo Mentawai tidak termasuk hewan yang dilindungi. Hewan ini boleh diperdagangkan secara komersil dengan kuota tertentu.
Hanya saja, populasi Beo Mentawai kini terus menurun sehingga perlu dijaga kelestariannya. Dan pelaku saat ditangkap membawa sedikitnya 200 ekor Beo Mentawai.
“Pelakunya tidak kita ajukan ke pengadilan, tetapi kita lakukan pembinaan saja. Sementara burung beonya kita lepas di Taman Nasional Siberut,” kata Rusdian.
Penyu dilindungi
Kekhawatiran lain yang menyungkup BKSDA adalah penjualan telur penyu yang makin meluas. Padahal penyu termasuk hewan yang dilindungi. Tetapi masyarakat tidak mau memahaminya. Penjualan telur penyu secara bebas setiap bulannya mencapai 5.000 butir.
Menurut Rusdian, dari 1.000 ekor tukik yang menetas hanya 10 ekor yang mampu bertahan hingga dewasa. Sebab predator tukik atau penyu ini sangat banyak. Otomatis populasinya terancam kepunahan.
Berdasarkan hasil penelitian, telur penyu mengandung kolesterol 3 kali lipat dari telur ayam., Artinya, makan telur penyu sangat membahayakan kesehatan.
“Kita menghimbau agar masyarakat menyadarinya, tidak lagi mengkonsumsi telur penyu. Apalagi telur penyu mengandung kolestorol tinggi,” katanya. (h/vie)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar